Penghujung tahun 2015 merupakan tahun kelabu bagi segenap keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Amien Prenduan. Pasalnya, ujung tombak ponpes yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib pada tahun 1952 silam ini, dipanggil oleh Penciptanya, 2 hari menjelang peralihan tahun Masehi kali ini.

Ya, Kiai Haji Maktum Djauhari tutup usia pada 29 Desember 2015, di Rumah Sakit Darmo Surabaya. Tokoh ulama yang alim dan dikenal getol menyerukan perang terhadap korupsi ini wafat setelah mengalami perawatan intensif di Rumah Sakit tersebut.

Kiai Maktum Djauhari lahir di Sumenep, 14 Mei 1958. Beliau adalah putra Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib dengan Nyai Sahati. Kiai Djauhari diketahui memiliki 5 anak dari 2 isteri. Isteri pertama bernama Nyai Maryam melahirkan 3 anak, yaitu Nyai Tsaminah, Kiai Haji Ahmad Tidjani, dan Kiai Haji Idris. Setelah Nyai Maryam wafat, Kiai Djauhari menikah lagi dengan Nyai Hamlah namun pernikahan tersebut tidak bertahan lama. Terakhir Kiai Djauhari menikah lagi dengan gadis dari Pajung Batuputih, yang tak lain ialah ibu dari Nyai Mahtumah dan Kiai Maktum sendiri, yaitu Nyai Sahati.

Ayah Kiai Maktum, Kiai Djauhari merupakan pendiri Ponpes Al-Amien Prenduan. Kiai Djauhari dikenal tak hanya sebagai tokoh yang mumpuni di bidang agama. Beliau juga dikenal sebagai salah satu pejuang Sumenep di era pra dan pasca kemerdekaan RI.

Dalam perjuangannya, bahkan Kiai Djauhari sempat ditangkap dan ditahan di Kalisosok Surabaya selama kurang lebih 7 bulan. Dari segi nasab, Kiai Maktum merupakan keturunan tokoh-tokoh ulama besar di Sumenep.

Terbukti, dari adanya garis kekerabatan yang cukup dekat dengan keluarga pesantren-pesantren besar lainnya di Sumenep, Pamekasan, hingga daerah tapal kuda. Ayah Kiai Maktum, yaitu Kiai Djauhari adalah putra dari Kiai Chothib bin Idris, Patapan.

Kiai Chothib bersaudara dengan Nyai Nursiti (isteri Kiai Haji Imam pendiri Ponpes Karay), dan Nyai Mariyah (isteri Kiai Haji Syarqawi, pendiri Ponpes An-Nuqayah Guluk-guluk).

Ditarik ke atas lagi, ayah Kiai Chothib, yaitu Kiai Idris ialah keturunan Kiai Abdul Qorib dan Nyai Musyarrafah yang merupakan keturunan Kiai Ibrahim Batuampar, saudara Bindara Saut, Raja Sumenep.

Dari garis Kiai Abdul Qarib inilah hubungan dengan kiai-kiai Pamekasan (Bangkoneng, Bergajam, Berbato, Bata-bata, Beranyar), Situbondo, Probolinggo, dan lainnya didapat. Sebagai putra seorang kiai, jejak pendidikan Kiai Maktum tentu tidak akan lepas dari pesantren.

Selepas duduk di bangku salah satu Madrasah Ibtidaiyah di Prenduan, Kiai Maktum dikirim ke Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo, mengikuti jejak kedua kakaknya, Kiai Tidjani dan Kiai Idris.

Konon, pengasuh PMDG, Kiai Zarkasyi pernah berkata, bahwa ke tiga putra Kiai Djauhari tersebut adalah kelopak bunga mawar yang mekar di Madura. Ya, Kiai Maktum memang dikenal sebagai sosok yang cerdas. Selama menimba ilmu di PMDG, beliau selalu menjadi bintang kelas. Tak kerap, keenceran otaknya tersebut mengundang rasa iri dari teman-temannya.

Selepas menamatkan pendidikan hingga tingkat SMA di PMDG, Kiai Maktum merambah dunia pendidikan di luar negeri. Sasarannya ialah Universitas Islam Madinah di Saudi Arabia.

Di sana Kiai Maktum meraih gelar S1. Selepas itu Kiai Maktum melanjutkan program S2 di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, hingga lulus tahun 1990. Di bidang sosial kemasyarakatan, Kiai Maktum dikenal sebagai organisatoris.

Kiprahnya di dalam organisasi sudah sejak menuntut ilmu. Saat kuliah di Madinah, Kiai Maktum aktif sebagai Sekretaris Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Madinah tahun 1977. Begitu juga saat kuliah di Universitas Al-Azhar tahun 1984, Kiai Maktum didaulat sebagai Ketua Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Kairo.

Kiai Maktum juga berperan sebagai salah satu deklarator ICMI Malang, dan juga sebagai anggota BP3 Departemen Agama Provinsi Jawa Timur pada 2006 silam.

Disamping sebagai aktivis dan organisatoris di bidang yang telah disebut di atas, Kiai Maktum juga berkiprah dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan Ponpes Al-Amien.

Sebelum menjadi IDIA saat ini, Kiai Maktum memang telah diamanahi sebagai pimpinan akademik. Seperti sebagai Ketua STI (Sekolah Tinggi Ilmu) Dakwah Al-Amien (1992-1996), Ketua STAI Al-Amien (1996-2000), dan Rektor IDIA Al-Amien Prenduan (2000-2012).

Sepeninggal ke dua kakaknya, Kiai Tidjani dan Kiai Idris, Kiai Maktum menggantikan sebagai Pemimpin sekaligus Pengasuh Ponpes Al-Amien Prenduan sejak 2012 hingga berpulang ke rahmatullah. ( Farhan, Esha )

Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours